MAKALAH
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Infeksi Puerperalis
Tugas Mata Kuliah: Keperawatan Maternitas
Dosen Pengampu: Budi Punjastuti,S.Kep,Ns.MPH
Disusun Oleh:
Dodi dwi andika
Prasetya dymas
Yohanes Pamungkas
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KESEHATAN KARYA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2015/2016
BAB
I
KAJIAN
TEORI
A.
DEFINISI
Infeksi
puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman
ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono
Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas ( Mochtar Rustam, 1998 : 413).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi puerperalisa adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38ᵒC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.
Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas ( Mochtar Rustam, 1998 : 413).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi puerperalisa adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38ᵒC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.
B.
ETIOLOGI
Penyebab
dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob
patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga
dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :
1.
Streptococcus
haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan
menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain , alat alat yang
tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
2.
Staphylococcus
aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya
sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit
3. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
4. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
C.
PATOFISIOLOGI
Setelah kala III, daerah bekas insersio
plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya
tidak rata, berbenjol – benjol karena banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah
ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-uman dan masuknya
jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan
pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya
merupakan tempat masuknya kuman-kuman patogen. Proses radang dapat terbatas
pada luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya.
Adapun infeksi dapat terjadi sebagai
berikut:
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang
tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang
sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah bahwa sarung
tangan atau alat – alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya
bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infection. Sarung tangan atau
alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan
dokter atau petugas lainnya yang berada di ruangan tersebut. Oleh karena itu,
hidung dan mulut petugas yang bertugas harus ditutup dengan masker dan
penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit selalu banyak
kuman-kuman patogen, berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi.
Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke
handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk merawat
wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak
merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika menyebabkan pecahnya ketuban.
e. Infeksi Intrapartum sudah dapat
memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi
intraparum biasanya terjadi pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah
lam pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah
kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut
jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan
berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu
persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada
janin.
D. KLASIFIKASI
Infeksi
puerperalis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1) Infeksi yang terbatas pada perineum ,
vulva , vagina , serviks , dan endometrium.
a. infeksi perineum, vulva, dan serviks.
Tanda dan gejalanya :
1. Rasa nyeri dan panas pada tempat
infeksi, disuria, dengan atau tanpadistensi urine.
2. Jahitan luka mudah lepas, merah, dan
bengkak.
3. Bila getah radang bisa keluar, biasanya
keadaan tidak berat, suhu sekitar 38ᵒC,
dan nadi kurang dari 100x/menit.
4. Bila luka terinfeksi tertutup jahitan
dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa meningkat hingga 39-40ᵒ C, kadang-kadang disertai menggigil.
b. Endometritis
1. Kadang –kadang lokhea tertahan dalam
uterus oleh darah sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiametra.
2. Pengeluaran lokia bisa banyak atau
sedikit, kadang-kadang berbau/tidak, lokhea berwarna merah atau coklat.
3. Suhu badan meningkat mulai 48 jam
postpartum, menggigil, nadi biasanya sesuai dengan kurva suhu tubuh.
4. Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
5. Nyeri tekan pada uterus, uterus agak
membesar dan lembek, his susulan biasanya sangat mengganggu.
6. Leukositosis dapat berkisar antara
10.000-13.000/mm³.
2) Penyebaran dari tempat tersebut melalui
vena , jalan limfe dan permukaan dan endometrium.
a. Septikemia dan piemia
1. Pada septikemia, sejak permulaan klien
sudah sakit dan lemah sampai 3 hari postpartum suhu meningkat dengan cepat.
Biasanya disertai menggigil dengan suhu 39-40ᵒC. Keadaan umum cepat memburuk, nadi
sekitar 140-160x/menit atau lebih. Klien juga dapat meninggal dalam 6-7 hari
postpartum.
2. Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi
disertai dengan menggigl yang terjadi berulang-ulang. Suhu meningkat dengan
cepat kemudian suhu turun dan lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia,
dan pleuritis.
b. Peritonotis
1. Pada umumnya terjadi peningkatan suhu,
nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri,serta ada defensif muskuler.
Wajah klien mula-mula kemrahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit
wajah dingin, serta terdapat facishipocratica.
2. Pada peritonitis yang terdapat di daerah
pelvis, gejala tidak seberat peritonis umum klien demam, perut bawah nyeri,tetapi
keadaan umum tetap baik.
c. Selulitispelvis
1. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu
minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam,
patut dicurigai adanya selulitis pelvic.
2. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba
tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.
3. Di tengah jaringan yang meradang itu
bisa timbul abses dimana suhu yang mula mula tinggi menetap , menjadi naik
turun disertai menggigil.
4. Klien tampak sakit, nadi cepat, dan
nyeri perut.
E. TANDA DAN GEJALA
1.
Peningkatan suhu
2.
Takikardi
3.
Nyeri pada pelvis
4.
Demam tinggi
5.
Nyeri tekan pada uterus
6.
Lokhea berbau busuk/
menyengat
7.
Penurunan uterus yang
lambat
8.
Nyeri dan bengkak pada
luka episiotomy
F.
PEMERIKSAAN
FISIK
a. Keadaan
Umum : Baik, CM, Tidak Anemis
b.
Vital Sign
c.
Status Generalis
1.
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor
2.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
limfonodi dan kelenjar tiroid.
3.
Dada : Pernafasan kanan dan kiri tidak
simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ronki
4.
Abdomen : Tenang, supel, NT (-), tidak teraba
masa dan tidak nyeri tekan
5.
Ekstremitas : Tidak ada gangguan gerak dan edema
d.
Status Obstetri
Inspeksi :
1.
Mata : Konjungtiva tidak anemis
2.
Dada : Hiperpikmentasi papila dan
aerola mamae terlihat
3.
Abdomen : Tenang, Supel, tidak ada nyeri tekan,
tidak teraba massa, dan tidak nyeri tekan
4.
Ekstremitas : Tidak ada edema
G. PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS
1.
Jumlah sel darah putih
(SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke kiri.
2.
Laju endap darah (LED)
dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat dengan adanya infeksi.
3.
Hemoglobin atau
hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.
4.
Kultur (aerobik/anaerobik)
dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase luka atau perwarnaan
gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
5.
Ultrasonografi
menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan melokalisasi abses
perineum.
6.
Pemeriksan bimanual :
menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau pembentukan abses, serta
adanya vena-vena dengan trombosis.
H.
PROGNOSIS
Prognosis
baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya, septikemia
merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi diikuti peritonitis
umum.
I.
PENATALAKSANAAN
a.
Pencegahan
1.
Selama kehamilan, bila
ibu anemia diperbaiki. Berikan diet yang baik.
2.
Koitus pada kehamilan
tua sebaiknya dilarang.
3.
Selama persalinan,
batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan agar tidak
berlarut-larut. Selesai persalinan dengan trauma sedikit mungkin. Cegah
perdarahan banyak dan penularan penyakit dan petugasdalam kamar bersalin.
Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan
atas indikasi tepat.
4.
Selama nifas rawat
higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat ibu dengan tanda-tanda infeksi
nifas bersama dengan wanita dalam nifas yang sehat.
b.
Penanganan medis
1.
Suhu diukur dari mulut
sedikitnya empat kali sehari.
2.
Berikan terapi
antibiotik prokain penisilil 1,2-2,4 juta unit 1M penisilin G 500.000 satuan
setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam 1 M ditambah dengan ampisilin
kapsul 4 x 250 mg per oral.
3.
Perhatikan diet ibu :
diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).
4.
Lakukan transfusi darah
bila perlu.
5.
Hati-hati bila ada
abses , jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga peritoneum.
BAB
II
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas
/ istirahat
Malaise, letargi. Kelelahan dan/
atau keletihan yang terus menerus (persalinan lama, stresor pascapartum
multipel).
b. Sirkulasi
Takikardia dari dengan berat bervariasi.
Takikardia dari dengan berat bervariasi.
c. Eliminasi
Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
d. Integritas
ego
Ansietas jelas (peritonitis).
Ansietas jelas (peritonitis).
e. Makanan/
cairan
Anoreksia, mual, muntah. Haus, membran mukosa kering. Distensi abdomen, kekauan, nyeri lepas (peritonitis).
Anoreksia, mual, muntah. Haus, membran mukosa kering. Distensi abdomen, kekauan, nyeri lepas (peritonitis).
f. Neurosensori
Sakit kepala.
Sakit kepala.
g. Nyeri/
ketidaknyaman
Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen bawah atau uterus serta nyeri tekan guarding (endometritis). Nyeri/kekakuan abdomen unilateral/ bilateral (salpingitis/ooferitis, parametritis)
Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen bawah atau uterus serta nyeri tekan guarding (endometritis). Nyeri/kekakuan abdomen unilateral/ bilateral (salpingitis/ooferitis, parametritis)
h. Pernafasan
Pernafasan cepat/dangkal (berat/proses sistemik)
Pernafasan cepat/dangkal (berat/proses sistemik)
i.
Keamanan
Suhu: 100,4ᵒ F (38,0ᵒ C) atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus menerus, diluar 24 jam pasca partum adalah tanda infeksi. Namun suhu lebih tinggi dari 101ᵒ F (38,9ᵒ C) pada24jam pertama menandakan berlanjutnya infeksi.
Demam ringan kurang dari 101ᵒ F menunjukkan infeksi insisi, demam lebih tinggi dari 102 ᵒ F (38,9ᵒ C) adalah petunjuk atau infeksi lebih berat (misalnya salpingitis, parametritis, peritonitis).
Dapat terjadi menggigil, menggigil berat atau berulang(seringberakhir 30-40 menit), dengan suhu memuncak sampai 104ᵒF, menunjukkan infeksi pelvis, tromboflebitis atau peritonitis.
Melaporkan pemantauan internal, pemeriksaan vagina intra partum sering, kecerobohan pada teknik aseptik.
Suhu: 100,4ᵒ F (38,0ᵒ C) atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus menerus, diluar 24 jam pasca partum adalah tanda infeksi. Namun suhu lebih tinggi dari 101ᵒ F (38,9ᵒ C) pada24jam pertama menandakan berlanjutnya infeksi.
Demam ringan kurang dari 101ᵒ F menunjukkan infeksi insisi, demam lebih tinggi dari 102 ᵒ F (38,9ᵒ C) adalah petunjuk atau infeksi lebih berat (misalnya salpingitis, parametritis, peritonitis).
Dapat terjadi menggigil, menggigil berat atau berulang(seringberakhir 30-40 menit), dengan suhu memuncak sampai 104ᵒF, menunjukkan infeksi pelvis, tromboflebitis atau peritonitis.
Melaporkan pemantauan internal, pemeriksaan vagina intra partum sering, kecerobohan pada teknik aseptik.
j.
Seksualitas
Pecah ketuban dini atau lama, persalinan lama (24 jam / lebih). Retensi produk konsepsi, eksplorasi uterus atau pengangkatan plasenta secara manual, atau hemoragi pasca partum.
Tepi insisi mungkin kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, atau memisah dengan drainase purulen atau cairan sanguinosa. Subinvolusi uterus mungkin ada.
Lokea mungkin bau busuk, tidak ada bau (bila infeksi oleh streptokokal beta hemolitik), banyak atau berlebihan.
Pecah ketuban dini atau lama, persalinan lama (24 jam / lebih). Retensi produk konsepsi, eksplorasi uterus atau pengangkatan plasenta secara manual, atau hemoragi pasca partum.
Tepi insisi mungkin kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, atau memisah dengan drainase purulen atau cairan sanguinosa. Subinvolusi uterus mungkin ada.
Lokea mungkin bau busuk, tidak ada bau (bila infeksi oleh streptokokal beta hemolitik), banyak atau berlebihan.
k.
Interaksi sosial
Status sosio ekonomi rendah dengan stresor bersamaan
Status sosio ekonomi rendah dengan stresor bersamaan
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a. Infeksi
berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nosokomial.
b. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
c. Nyeri
berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.
d.
Resiko tinggi terhadap
perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi pada proses persalinan,
penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.
3. RENCANA
KEPERAWATAN
A. Infeksi
berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
1) Tujuan
1:mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi:
Intervensi:
a. Kaji
data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang
baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan
kemungkinan “perdarahan” / nyeri.
b. Kaji
tinggi fundus dan sifat.
c. Kaji
lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
d. Kaji
payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting).
Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah
klien menyusui dengan ASI.
e. Monitor
vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat
kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari
post partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
f. Catat
jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
g. Lakukan
perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien dan
perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
h. Pertahankan
intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.
i.
Bantu pasien memilih
makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.
j.
Kaji bunyi nafas,
frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas dalam
setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
k. Kaji
ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/
kelumpuhan. Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara
sering dan teratur.
l.
Anjurkan istirahat dan
tidur secara sempurna.
2) Tujuan
2: identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.
Intervensi:
Intervensi:
a. Catat
perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
b. Atur
obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test
sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline,
cefoxitin, chloramfenicol atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau
methyler gonovine.
c. Hentikan
pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
d. Pertahankan
input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara
intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah
e. Pemberian
analgetika dan antibiotika.
B. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
1) Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan nutrisi
klien terpenuhi dengan kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, mual muntah
tidak terjadi.
Intervensi :
a. Anjurkan
pilihan makanan tinggi protein, zat besi, dan vitamin C, bila masukkan oral
dibatasi.
b. Tingkatkan
masukan sedikitnya 2000ml/hari jus, sup, dan cairan lain.
c. Anjurkan
istirahat/ tidur secukupnya
d. Berikan
cairan atau nutrisi parenteral, sesuai indikasi
e. Berikan
preparat zat besi dan/atau vitamin sesuai indikasi.
C. Nyeri
berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.
1) Tujuan
: Setelah diberikan askep, diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan
kriteria hasil :pasien tampak rileks, skala nyeri 0-3.
Intervensi :
a. Kaji
lokasi dan ketidaknyamanan atau nyeri
b. Instruksikan
klien dalam melakukan teknik relaksasi-Berikan analgetik atau antipiretik.
c. Berikan
kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas atau rendam duduk sesuai
indikasi.
D. Resiko
tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi pada
proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan
sendiri
1) Tujuan
: Setelah diberikan askep diharapkan klien menunjukkan perilaku kedekatan terus
menerus selama interaksi orangtua-bayi.
Intervensi :
Intervensi :
a. Berikan
kesempatan untuk kontak ibu-bayi kapan saja memungkinkan.
b. Pantau
respons emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi, seperti depresi
dan marah.
c. Anjurkan
klien menyusui bayi bila memungkinkan dan meningkatkan partisipasinya dalam
perawatan bayi saat infeksi teratasi.
d. Observasi
interaksi bayi-ibu
e. Buat
rencana untuk tindak lanjut evaluasi yang tepat trehadap interaksi/respons
ibu-bayi.
4. EVALUASI
1. Dx
1 :
1. Tidak
terjadi tanda-tanda infeksi.
2. Klien
mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara individual.
3. Klien
dapat melakukan prilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat,
menurunkan resiko komplikasi.
4. Klien
dapat sembuh tepat waktu, bebas dari komplikasi tambahan.
2. Dx
2 :
1. Nutrisi
klien terpenuhi.
2. Nafsu
makan meningkat.
3. Tidak
terjadi mual muntah.
4. Pemasukan
oral yang adekuat.
3. Dx
3 :
1. Nyeri
hilang atau berkurang.
2. Skala
nyeri 0-3
3. Wajah
tidak meringis.
4. Dx
4 :
1. Klien
menunjukkan perilaku kedekatan terus-menerus selama interaksi dengan bayinya.
2. Klien
mempertahankan/melakukan tanggungjawab untuk perawatan fisik dan emosi terhadap
bayi baru lahir sesuai kemampuan.
3. Klien
dapat mengekspresikan kenyamanan dengan peran menjadi orangtua.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, E.
Marilynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan
Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta : EGC.
Sastrawinata, Sulaiman, et. al. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Mansjoer, arif, et.al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Cetakan Kedua. Jakarta : Media Aesculapius.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Varney, Helen, et.al. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC.
Sastrawinata, Sulaiman, et. al. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Mansjoer, arif, et.al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Cetakan Kedua. Jakarta : Media Aesculapius.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Varney, Helen, et.al. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar